Kamis, 26 April 2012

Review " Partikel"




Judul         : Supernova~Partikel #4
Penulis      : Dewi Lestari (Dee)
Penerbit    : Bentang Pustaka
Tgl. Terbit : April 2012
Tebal        : 508 halaman





Bagi yang belum tahu atau baru kenal dengan namanya Dee akan aku kenalkan sedikit ya..(main kenalin az padahal juga belum pernah ketemu langsung…hehehe). Dee adalah penulis yang mulai terkenal melalui karya supernovanya. Partikel adalah karya supernova Dee yang ke-empat, setelah supernova~petir. Petir aku baca pertama ketika SMA. Saat  itu masih pinjam buku dari teman belum sangup membeli sendiri. Sedangkan supernova pertama~ berjudul “Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh”. Supernova dua dengan judul “Akar”. Saat ini keempat seri Novel Supernova dari telah dicetak ulang. Logo cover depan dalam novel Partikel adalah Simbol “Bumi”. Seri Supernova berikutnya dikabarkan akan berjudul Gelombang dan Intelegensi Embun Pagi. Novel Dee Supernova sunggulah berbeda dengan kebanyakan novel lainya. Untuk kali ini review Partikel dulu ya, supernova lainya menyusul.

Partikel yang ditunggu selama delapan tahun akhirnya terbit juga. Delapan tahun bukanlah waktu yang singkat. Seorang bayi yang baru saja keluar dari rahim ibu pastilah sekarang telah duduk di bangku SD.  Tetapi di akhir buku Partikel Dee juga menjelaskan mengapa ia sangat lama dalam menulis Partikel. Dan setelah membaca Partikel saya pun menyadarinya betapa sulitnya proses penulisan.

Novel yang di tulis Dee memang tidak sekedar cerita tetapi mengabungkan antara ilmu pengetahuan, pendidikan, masalah sosial lingkungan, sampai hal yang tahayul ataupun mistis. Sehingga sangat dibutuhkan data-data yang real yang menjadikan novel Partikel tampak nyata dan sebenarnya. Dalam novel partikel, Dee masih menceritakan tentang hal-hal gaib. Mungkin inilah yang membuat novel karya Dee menjadi  kontroversial. Banyak pengalaman gaib dan spiritual yang dialami oleh tokoh utama yaitu Zarah. Bahkan tokoh utama diceritakan lebih percaya kepada Alam bukan kepada Tuhan. Tidak hanya itu, Partikel juga menceritakan tentang keberadaan makluk luar angkasa yaitu Alien.

Sedangkan kelebihan Partikel menurut saya yaitu Dee mampu menjabarkan tentang sains terutama bidang biologi yang mampu menceritakan berbagai jenis tumbuhan yang ada di Bumi. Bahkan Dee mengangkat   isu lingkungan yang melanda Indonesia, terutama pemburuaan orang hutan dan kerusakan ekosistem hutan di Kalimantan. Oleh karena itu jika mungkin Partikel terbit 8 tahun lalu, tentulah pembantaian orang hutan di hutan Kalimantan belumlah ada.  Hikmah dari novel Partikel yang dapat diambil yaitu kita sebagai manusia tentulah harus mencintai Bumi sebagai tempat tinggal kita. Berikut beberapa pesan moral tentang lingkungan yang sangat mengena di hati :

“Kita, manusia, adalah virus terjahat yang pernah ada di muka bumi. Suatu saat nanti, orang-orang akan berusaha mayakinkanmu bahwa manusia adalah bukti kesuksesan evolusi. Ingat baik-baik, Zarah. Mereka salah besar. Kita adalah kutukan bagi bumi ini. Bukan karena manusia pada dasarnya jahat, melainkan karena hampir semua manusia hidup dalam mimpi. Mereka pikir mereka terjaga, padahal tidak. Manusia adalah spesies yang paling berbahaya karena ketidaksadaran mereka.” (hal.71)

“…alamlah yang punya kekuatan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Dengan atau tanpa kita.” (hal. 190)

“Manusia berbagi 63% kesamaan gen dengan potozoa, 66% kesamaan gen dengan jagung, 75% dengan cacing. Dengan sesama kera-kera besar, perbedaan kita tidak lebih dari tiga persen. Kita berbagi 97% gen yang sama dengan orang utan. Namun, sisa tiga persen itu telah menjadikan pemusnah spesiesnya. Manusia menjadi predator nomor satu di planet ini karena segelintir saja gen berbeda.” (hal. 227)

Apa yang ditulis dee diatas memang sangat benar sekali. SElama ini manusia sangat kurang dalam menyayangi alam. Selain itu Dee juga sangat pandai membuat pembacanya penasaran terutama saya.  Dimana Partikel belum menyelesaikan ceritanya mulai bagaimana kehidupan zahra selanjutnya, apakah ayaknya "firaz" dapat ditemukan. Sehingga terkesan masih banyak misteri dan rahasia yang akan terungkap. Hal inilah yang menjadikan supernova selalu di tunggu-tunggu pembaca.

Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu.” (kata-kata ini terdapat dalam hal. 69)

Dan hanya waktu juga yang akan menjelaskan kelanjutan cerita supernova. Ya tinggal tunggu waktu.

SINOPSIS :

Di pinggir Kota Bogor, dekat sebuah kampung bernama Batu Luhur, seorang anak bernama Zarah, dan adiknya, Hara, dibesarkan secara tidak konvensional oleh ayahnya, dosen sekaligus ahli mikologi bernama Firas. Istilah kerenya sekarang yaitu “Home Schooling” Cara Firas mendidik anak-anaknya mengundang pertentangan dari keluarganya sendiri.

Dari metode yang diajarkan ayahnya, Zarah menjadi anak yang cerdas. Namun satu hal yag tidak diajarkanayahnya adalah pendidikan agama. Ayahnya sendiri terobsesi dengan jamur. Dari situlah ayahnya memperoleh rahasia alam yang tidak mudah dipahami bahkan oleh anggota keluarganya sendiri yang menganggapnya sudah sinting. Ayahnya menjadi semakin aneh ketika dia kedapatan sering mengunjungi tempat angker yang ditakuti warga kampung. Disusul kemudian tragedi-tragedi yang menimpa keluarganya yang semakin membuat ayahnya dianggap sebagai biang keladi segala kutukan itu. Hingga puncaknya, ayahnya pun menghilang.


Pencarian Zarah terhadap ayahnya membuat Zarah dibawa nasib berkeliling dunia. Berawal dari jurnal peninggalan ayahnya, Zarah tahu ada suatu misteri besar yang diketahui ayahnya demikian juga harapannya yang bertumbuh bahwa ayahnya bisa saja masih hidup. Sebuah kiriman kamera dari orang tak dikenal adalah tiketnya untuk mengembara. Awalnya hanya karena fotonya mendapatkan juara yang hadiahnya berupa wisata gratis ke konservasi orangutan Tanjung Puting. Bakat fotografi dan nalurinya justru membuatnya betah tinggal di sana dan mengabaikan jadwal kepulangannya ketika agenda wisata gratis itu sudah habis. Hingga talentanya itu kembali mengantarkannya lagi untuk menjelajah lebih jauh, mulai dari London, Kenya dan Bolivia. Zarah merasa bahwa petualangan itu akan membawanya kepada jawaban mengenai ayahnya. Hingga akhirnya tibalah di Glastonbury dan dia bertemu dengan seseorang yang menjadi kunci yang bisa membantu menemukan ayahnya.

Di Keping terakhir, akan diceritakan pertemuan Elektra (tokoh supernova Petir) dan Bodhi (tokoh supernova Akar) yang menjadikan cerita Supernova semakin menarik. Sayangnya tidak banyak hal yang terjadi diantara keduanya berupa sebuah pertemuan yang masih menjadi misteri akan kelanjutanya (gaya dee banget).

Read More - Review " Partikel"
Read More - Review " Partikel"

Minggu, 15 April 2012

Gunung Pangrango (3019 mdpl) & Gunung Gede (2958 mdpl)



Gunung Panggarango adalah  Gunung yang masuk dalam kawasan  Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). TNGGP terletak di kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogor . Sebenarnya telah lama aku mengubur mimpiku ke Pangrango seiring dengan berhentinya teman-temanku dari kegiatan daki gunung (edo, chen, antok, echa, monik). Tetapi karena ajakan Eva yang juga kagum akan sosok Gie. Soe hok Gie adalah seorang mahasiswa, penulis, cendikiawan (pastinya juga seorang yang tidak merokok, bener-bener pecinta alam sejati dech). Soe Hok Gie meninggal di mahameru karena terkena asap beracun di tahun 1969.  Dari Mahamerulah di tahun 2006 aku mendengar namanya untuk pertama kali, (he he he saat itu echa mengejek aku habis2an karena tidak tahu siapa gie “cha sekarang aku dah punya buku Soe Hok Gie yang telah kubaca”). Soe hok Gie sangat menyukai mendaki Gunung Pangrango terutama lembah Mandalawanginya yang membuat penasaran…

PERSIAPAN

Perjalanan saya kali ini bersama Eva dan Ari, dimana kami memulai perjalanan dengan group “Women Series”. Seperti impianku ingin menikmati sebuah petualangan di alam tanpa menaklukan alam tetapi menaklukan diri sendiri. Tidak banyak informasi yang aku dapat dari teman-teman karena menurut beberapa teman gunung Pangrano  tidak begitu menantang (tp menurutku mereka salah besar !!!!). Awalnya saya, eva dan ari ingin berangkat di bulan Maret tetapi di bulan itu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango masih di tutup dan sejak 2 bulan kami telah  mengurus soal perijinan untuk ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) karena syarat yang ditentukan cukup banyak  bahkan waktu pendakian ditentukan. Sungguh mengesalkan, rasanya hotel saja kalah dengan neh gunung yang harus boking tempat dan bayar DP dulu !!!.

BERANGKAT

Di hari rabu Pukul 19.30 aku dan eva berangkat  menuju ke Surabaya dengan kereta Penataran. Tas carrie kami berdua telah terisi penuh oleh perlengkapan dan bahan makanan kami bertiga. Agar sampai Bandung tidak kesulitan kami berdua memang sengaja menyiapakan semua perbekalan dari kota Malang, dengan begini pula punggung kami akan terbiasa oleh berat carrie.
Pukul  22.15 kami berdua baru sampai di stasiun gubeng dan masih ada waktu 7 jam untuk beristirahat. Kami berdua malam itu menginap di kos Innes (salah seorang sahabatku dipak dulu) di jalan gubeng airlangga. Untuk menuju kos ines dari stasiun gubeng kami putuskan untuk berjalan kaki. Petualangan kami mulai dengan berjalan di gang-gang sempit dengan perkampungan yang rawan khas kota Surabaya. Seluruh rumah telah tertutup rapat tetapi di depan masjid-masjid atau pos ronda terdapat  beberapa kelompok orang yang sedang bermain kartu dan beberapa botol minuman keras, (sumpah dech , aku pilih jalan di kuburan ketimbang jalan di situ sendirian lagi…hiks..karena seperti itulah kadang manusia lebih menakutkan dari pada setan, mungkin Eva yang blm kapok berjalan di sana lagi…). Setelah berjalanan 2 jam barulah kami menemukan jalan raya tetapi  jalan raya yang kami temukan  ternyata salah. Kami tersesat sampai  daerah kertajaya, alhasil waktu istirahat tinggal 4 jam. Rencana irit tidak naik taksinya gagal dech…

 KERETA LINTAS BAHASA

Pukul 05.00 di hari kamis kami telah sampai di stasiun gubeng. Di stasiun inilah untuk pertama kalinya aku bertemu dengan  Ari Ganesa. Tepat pukul 06.00 pagi kereta Pasundan yang kami bertiga tumpangi berangkat. Di awal perjalanan aku dan ari bercerita-cerita mengenai perjalan kami sebelumnya, sementara Eva memandangi pemandangan dari jendela yang berisikan pemandangan persawahan dengan rumah-rumah penduduk.
Dari seberang kursi saya duduk seorang remaja yang kira-kira berumur belasan  dengan berpakaian  kostum Bonek  yaitu sporter Persebaya. Baru beberapa saat aku ketahui namanya yaitu Adi. Ia akan mengunjungi ayahnya yang bekerja di Jogyakarta , sementara ia sendiri tinggal di Surabaya. “lho iki arek wedok-wedok kabeh arep munggah gunung, mbak ?” tanya dia, “Wah mbak arekmanita yo kan arek malang, ?” karena hanya aku jawab dengan senyuman ia kembali bertanya. Antara kami langsung saja mengalir perbincangan yang menyenangkan dengan bahasa khas jawa timur mulai topik persebakbolaan Indonesia   sampai pemerintahan. Pukul 11.10 kereta kami telah sampai di Satasiun kota Jogyakarta Adi langsung saja turun. Tak lama kemudian dia digantikan oleh seorang bapak-bapak. Beliau tampak mengamati kami bertiga sambil melihat barang-barang kami yang di letakan di bagasi atas yang menguasai seluruh tempat. “Badhe dateng pundi tas’ipun ageng-egeng, mbak ?” tanya beliau dengan bahasa krama alus. Pertanyaan itulah yang pertama kali terlontar dari beliau dan sekaligus menjadi pengawal perbincangan diantara kami. Untung saja aku sedikit bisa bahasa karma alus …hehehe, kalau tidak sungguh sangat memalukan mengaku anak Jawa timur tetapi tidak bisa berbahasa dengan benar. Sambil bercakap-cakap aku juga mengamati seorang wanita tua yang menjajakan buah duku dan salak. Jadi teringat sebuah lagu yang ber lirk “duku opo salak isi cilik-cilik” tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranku sebenarnya. Dia membawa 5 keranjang penuh buah yang berkali-kali berjalan keliling di setiap gerbong dan tak lama kemudian daganganya telah habis terjual. Umur boleh tua tetapi semangat masih tinggi dalam mencari nafkah yang tidak hanya meminta-minta. Salut dech untuk ibu itu….
Sekitar pukul 18.00 kereta kami telah sampai daerah jawa barat dan  beberapa penumpang dalam gerbong yang dari jawa tengah   telah  turun di jawa barat termasuk bapak sebelah saya. Eva dan Ari telah nampak tertidur dalam kereta. Sudah 12 jam aku berada dalam kereta walaupun badan terasa lelah tetapi tak sedikipun rasa bosan yang ada. Suasana dalam kereta sedikit ku rasakan berubah karena hampir semua penumpang dan pedagang berbincang bincang dalam bahasa sunda yang tidak aku mengerti artinya. Mereka semua menjadi tontonan tersendiri untuku. Dalam telinga terdengar lucu dan asyik, benar-benar berbeda dengan bahasa jawa.  Kereta  kami tumpangi memang kereta ekonomi tetapi justru inilah kereta yang mencirikan penduduk Indonesia. Padahal kami masih dalam satu pulau yaitu pulau Jawa tetapi  bahasa daaerah yang ada sungguh sangat beragam.

“GO” CIPANAS

Pukul 24.25 kami telah sampai di stasiun kiara condong.  Untung saja saat itu ada rombongan TNI yang  memberi kami tumpangan dari stasiun kiara condong sampai dengan terminal leuwipanjang.  Dari terminal leuwipanjang kami  bertiga menuju ke daerah Cipanas.   Terminal Leuwipanjang tampak sepi dan lengang.  Sambil menunggu bis berangkat,  ingin sekali tidur dalam bis tetapi  pak sopir terus saja merokok dan selain itu hanya kami bertiga cewek di antara semua orang di terminal leuwipanjang  sehingga saya harus tetep siaga dengan barang bawaaan kami semua (maaf para pak sopir dan kernet…).  Menurut pak sopir perjalanan ke Cipanas  dari  Leuwipanjang sekitar  2 jam dan  pukul 01.47 bis baru diberangkatkan. Tidak banyak penumpang yang ada dalam bis, tetapi suasana dari luar jendela   tampak ramai oleh orang yang akan bekerja. Jalanan  berkelok-kelok dan tampak villa berjejer  di luar, beberapa menit kemudian pak sopir telah beteriak “cipanas-cipanas yang mau camping, turun !!”.

MENDAKI

Dari Cipanas untuk menuju Cibodas kami naik angkutan umum seperti mikrolet gitu. Pukul 06.16, har kami telah sampai di Cibodas.  Di Cibodas telah ramai oleh para pendaki, mulai anak-anak berumur 5-8 tahun sampai kakek-kakek dengan umur lebih dari 60 tahun. Wah sungguh pemandangan yang berbeda dari gunung-gunung  yang aku daki selama ini. Baru berjalan 5 menit kami putuskan untuk mengisi perut kami yang dari semalam belum terisi. Di pos 1 inilah kami bertiga seperti jadi tontonan banyak orang yang dengan  cepat membuat kami  terkenal diantara para pendaki.
Setelah perut terisi penuh walaupun blm tidur selama 2 malam tetapi semangat masih  tinggi. Saat seperti inilah pemanasan benar- benar di butuhkan. Dari pos perijinan jalanan masih landai yang berupa batuan tertata rapi sehingga memudahkan perjalanan. Aku dan Ari terus berjalan di depan, sementara Eva berjalan dengan seorang pemuda yang mau berbaik hati membawakan carrienya sampai ke Air terjun Cibeurem.  Di air terjun Cibeurem kita dapat beristirahat dan mengisi perbekalan air jika telah habis.
Dari air terjun Cibeurem jalanan mulai menanjak.  Sesekali kita akan melewati aliran sungai kecil sehingga dibutuhkan sepatu waterproof jika tidak ingin basah. Eva telah nampak kelelahan  (maklumlah ini pengalaman dia pertama, tetapi semangatnya ketika mendaki cukup tinggi) sehingga saya pun terpaksa mengurangi kecepatan berjalan dan menyesuaikan dengan eva, sementara ari telah berjalan di depan meninggalkan kami berdua. Beberapa pendaki lain yang bertemu di pos 1 tadi saling memberi semangat kepada eva. Maklum, buat Eva ini adalah pendakian dia yang pertama dan akupun salut untuk dia.
Setelah berjalan kira-kira  dua jam perjalanan  sampailah kami berdua di  sungai air panas diatas ketinggian 2150 mdpl. Karena sepatu saya bukan waterproof sehingga saya dapat merasakan panasnya air sungai ini ya mungkin bisa sampai 70’ C karena cukup membuat kaki menjadi merah. Suasana di sungai air panas sangatlah indah karena uap dari air ini seolah seperti kabut asap, sementara kita harus berjalan hati-hati dengan melewati balok titian dengan tali. Setelah melewati sungai air panas  kami melewati sungai kering berbatu yang seperti lembah  dan di sebelah tampak air terjun. Rasa lelah terobati oleh indahnya pemandangan di sekitar. Sebuah air terjun yang cukup lebar dan suara burung-burung yang mengalunkan musik alam dan tak terasa sampailah di  kandang batu. Dari Kandang Batu lintasan mulai menanjak dan terjal, banyak material batu yang memperberat langkah. Setelah  terus mendaki  sekitar 1,5 jam  kami berdua bertemu dengan dua pemuda.  “ Dari mana kalian ?” tanya seorang dari mereka. “Jawa Timur-Surabaya” jababku. “Oh berarti temanya Ari, dia telah menunggu di kandang badak, sedikit lagi sampai” katanya.

Benar sekali tidak lama kemudian kami telah sampai di Kandang Badak sekitar pukul 02.46.  Kandang Badak ketinggian 2395 mdpl.  Di kandang Badak kami bertemu kembali dengan Ari dan beberapa teman baru. Mereka adalah tim dari Jakarta yang terdiri dari Mas Ipung, Pak Mi, Pak Pras, Mas Pay, Mas Eris, Mbak Tami, Bu Susi,  mbak Nia, Sarah dan Nisa. Termasuk 2 pemuda yang sebelumnya menyapa kami berdua yaitu Hatim dan Mas Ari. Total dari mereka adalah 12 orang. Mereka sangat ramah dan baik. Keramahan mereka terlihat dari cara mereka mempersilahkan kami betiga untuk bergabung menikmati makanan yang ada. Rasa lelah dan sedikit kecewa yang ada dalam awal perjalanan telah hilang. dengan cepat kami pun menjadi akrab.


PUNCAK PANGRANGO

Sekitar pukul 16.30, kami melanjutkan pendakian ke puncak Pangrango. Dari kandang badak  menuju puncak perjalananya semakin sulit dengan melewati vegetasi Sub Alpin yang rimbun dan lebat. Banyak sekali pohon tumbang yang membuat kita merangkak  di bawah pohon ataupun meloncati nya dengan carrie di punggung. Ditambah lagi guyuran hujan gerimis yang menambah rintangan buat kami semua.  Saat itu saya berjalan di barisan paling akhir bersama Eva, mbak Tami, ibu Susi , mas Ipung dan Pak Pras. Sekitar pukul 19.00 hari telah gelap, napas terasa sesak dan smua ketakutkan datang dengan cepat tanpa terkendali, cuaca dinggin pun telah menyerang. Oup, saat itu aku benar-benar masuk angin, padahal baru sekali jalan. Membuat kami terpaksa mendirikan tenda di tengah jalur setapak pendakian.  Sementara Ari telah berjalan di depan bersama bapak-bapak dari Wanadri yang membuat kami terpisah kembali.
Keesokan  dengan kondisi yang cukup baik di hari sabtu kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Mbak nia, saya dan pak mi berjalan dahulu di depan , menurut pak mi puncak hanya 500m perjalanan lagi. Walaupun demikian perjalanan di puncak memang sedikit sulit karena kemiringin tanah yang hampir 45 derajat. Kami pun  beberapa kali harus memanjat akar dari sebuah pohon yang besar.  Setelah satu jam mendaki ,, akhirnya kami semua sampai di puncak Pangrango. Di puncak saya bertemu Ari Kembali dan ia mengalami cidera kaki (Semoga lekas Sembuh ya…). Puncak Pangrango berbeda sekali dengan kebanyakan gunung di jawa timur yaitu  datarannya sangat rimbun dan sepi, dari sini terlihat Puncak Gunung  Gede. Setelah dari puncak kami menuju ke lembah Mandalawangi, sayangnya saat itu belum banyak eidelweis yang bermekaran.  Di lembah Mandalawangi inilah kami berfoto-foto dan sempat bertemu dengan beberapa pendaki lain.
Setelah puas berfoto-foto kami akhirnya turun menuju kandang Badank. Perjalan turun inilah yang menyenagkan kita tinggal berselancar. Jika untuk naik ke puncak kami membutuhkan waktu 4 jam dengan beberapa kali istirahat tapi untuk turun kami hanya memerlukan waktu 1,5 jam saja. 

FREE TIME in Kandang Badak 

Di kandang badak kami bercam, melakukan berbagai macam kegiatan yang menyengkan, mulai sekedar berbincang-bincang , masak-memasak, tidur-tiduran sampai main kartu.
Dalam rencana awal kami bertiga adalah hari sabtu itu juga kami pulang, karena ari senin harus menuju  Makasar tetapi saat itu Ari telah turun dan pulang terlebih dahulu. Akhirnya ada sebuah ajakan dari ibu Susi, “ gimana kalau besok saja kalian turun dan besok kita sekalian ke puncak gunung Gede” katanya. “iya, skalian saja bareng dengan kami” kata mas pay. “ sayang , dah jauh-jauh ke bandung, tidak ke Gede skalian” bujuk pak pras.  Akhirnya saya dan eva memutuskan untuk tinggal semalam lagi dan keesokanya kami mendaki gunung gede (maaf yaa, buat muridku, belajar sendiri dulu..). Mereka semua benar-benar orang baik yang memiliki slogan unik yaitu “Bersama kami anda save and free”. (hehehe).
Dalam sebuah pendakian  biasa kita bertemu orang baru saling bantu-membantu, saling menawarkan makanan dan saling memberikan semangat.  Sama seperti halnya sekarang kami sudah tidak berdua lagi, kami telah menjadi 12 orang yang bergabung menjadi satu tim. Padahal kami sebelumnya tidak saling kenal dan seperti inilah gunung menjadi tempat yang indah yang mempersatukan seluruh orang tanpa membedakan suku, agama, usia karena tujuan kami hanya satu mengalahkan kelemahan diri sendiri dengan mencapai puncak.

PUNCAK GEDE

Di kandang badak, pada hari minggu tepat pukul 7.00 kami berdoa dan siap mendaki menuju  Puncak Gede. Kali ini pendakian kami hanya 9 orang karena mas pay , Eva dan Nisa menunggu di kamp di kandang Badak.  Pendakian ke puncak gunung gede berbeda dengan puncak pangrango.  Perjalanan menuju puncak gede didominasi oleh bebatuan yang terjal. Setelah berjalan 2 jam kami melewati “tanjakan setan” dan untungya ada tanjakan lain yang gak bikin lelah.  Selepas tanjakan setan  akan ditemukan kawah Ratu dan Kawah Wadon, kawah Baru, kawah Lanang serta kawah Sela dan terakhir kawah gunung Gede di ketinggian 2958 mdpl dengan uap belerang yang menyengat.  Perjalanan semakin sulit karena ketika cuaca hujan. Suara kilatan petir yang terus menyambar menambah Keagungan Puncak Gede. Sialnya, aku kembali drop lagi, ntalah... Kawah gunung gede tampak terus mengeluarkan asap dan bau belerang yang menyengat. Saat pukul 1 siang kami segera turun menuju kandang badak dan gerimis pun masih mengantar kepulangan kami. sungguh kawah gede yang indah yang sesaat selalu tertutup kabut tipis membuat kami tersa enggan meninggalkanya karena  lembah Surya Kencana yang belum sempat aku temui dan suatu saat aku akan kembali...

TURUN GUNUNG !!!

Sekitar pukul 16.25, kami telah  membereskan semuanya  dan segera turun menuju Cibodas. Rasa lelah benar-benar terasa.  Dari kandang badak sampai air panas aku berjalan di rombongan kedua, bersama pak mie, mbak nia,bu susi, eva dan mas pay. Tetapi setelah air panas saya sedikit tertinggal dan berjalan berdua bersama mas pay.  Karena hari telah malam oksigen tersa berkurang jalan mulai melambat dan baru pukul 18.14 kami berdua telah sampai di air terjun Cibereum.  Bersama pak mi dan mas pay sambil beristirahat kami bertiga menunggu rombongan yang di belakang. Dan setelah dirasa lama akhirnya mas pay dan pak mi menyusul mereka.  Tak di sangka ternyata Hatim mengendong sarah yang kakinya terkilir, mbak tami pun ternyata juga mengalami cidera di kaki yang dipapah oleh pak pras. Dengan perlahan tapi pasti kami segera turun menuju Cibodas. Jalan berbatu yang ketika siang terasa memudahkan dan pendek tetapi saat itu terasa jauh dan tiada henti. 
Akhirnya pukul 23.00 kami telah berkumpul di Cibodas dan segera menuju ke terminal rambutan. Sangat tidak mungkin untuk kami berdua melanjutkan perjalanan. bahkan melihat kondisi Eva yang drop aku tidak mungkin memaksanya untuk malam itu juga bermalam ataupun pulang dengan bis. 
Karena hari telah larut saya dan eva diberi tumpangan di rumah mbak tami. Keluarga mbak Tami pun sangat baik kepada kami berdua. di pagi hari bubur lezat nan hangat telah dihidangkan menjadi menu awal yang paling nikmat setelah mendaki (terimakasih Ibu mbak Tami). Sekitar pukul 07.00 ayah dan adek mbak tami dengan baik hatinya mengantar kami  dahulu ke depan gang padahal mereka akan bekerja (terimakasih banyak kluarga mbak Tami maaf merepotkan,). 

“ENDING”
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan, di tempat baru menemukan saudara baru. Dari seseorang yang  tidak mengenal menjadi saudara yang saling bantu-membantu. Saya mendapatkan banyak pelajaran mulai kesabaran, memaafkan,  sampai dengan perjuangan. Sungguh suatu Anugrah dari Allah yang mempertemukan kami semua.

Special "Thank" kepada mereka yang mengukir cerita..
Eva : seorang teman kos yang baru pertama meraskan mendaki gunung dengan semangat. Makasih telah memberikan pengalaman tersendiri buatku
Ari : seseorang yang mumiliki kemauan keras. Makasih telah telah memberikan pelajaran untuku.
Ibu Susi : Seseorang ibu yang ramah dan benar-benar keibuan banget dengan semua perhatianya dan kasih sayang. Terimakasih telah menerima kami berdua dengan hangat.
Pak Mi : Seorang bapak yang selalu memberikan  pesan, nasehat dan pelajaranya selama perjalan turun. bener2 terasa pendekar wanita dengan kekuatan baru setelah turun gunung.
Pak pras : Seorang guru olah raga yang kocak habis, baik hati. makasih buat ilmu kesehatan yang dibagikan.
Mbak tami n keluarga : Sekilas dia keras kepala dan agak cuek. tetapi justru  dia seorang yang peduli dan seorang yang tegas. Maksih buat tumpanganya dan  makasih telah menjadi kakaku ...(hehehe pingin punya kakak cwek yang kayak gini, suka bolang n baik hati)
Mas ari : Seseorang yang pendiam tetapi sekali bicara selalu langsung ke inti. Makasih telah membawakan tenda kami
Mas Eris : Seorang Pecinta alam sejati. terimakasih telah membersihkan gunung dari sampah.
Mas Ipung : Seorang yang unik dan selalu bercanda. Maksih buat semangat yang diberikan.
Sarah n Nisa : Dua orang saudara yang kompak dan bikin iri akan keakraban mereka berdua. Walaupun sedikit manja mereka manis dan selalu bersemangat.
Mas pay : Seorang yang baik hati dan juga konyol. Terimakasih telah menemani perjalan turunku..
Mbak Nia. : Seseorang yang baik hati. terimakasih telah menemani hari-hariku di pangrango-gede.
Hatim : Seorang yang tangguh banget dan setia kawan. Terimakasih atas petunjuk dan bimbinganya.
Read More - Gunung Pangrango (3019 mdpl) & Gunung Gede (2958 mdpl)
Read More - Gunung Pangrango (3019 mdpl) & Gunung Gede (2958 mdpl)