Minggu kemarin aku ke gunung bromo, ntah ini yang ke berapa saking seringnya ke bromo sampai lupa…hehehe. Perjalanan kali ini sebenarnya tidak terencana, tetapi justru terlaksana. Di sore hari kami (sofi, andik, mamat, pak Agus, saya n fajar) berkumpul dan berbincang-bincang setelah jam kerja mereka, salah seorang taman saya sofi mengusulkan nanti malam untuk pergi ke bromo. Jadilah perjalan yang berbeda karena pacar saya saat itu ikut. Bagi pacarku, fajar ini adalah perjalanan pertamanya ke gunung…hehehe. Beda banget ya ma ak yang memang suka mendaki gunung, walaupun sudah lama tidak mendaki gunung lagi. Dibanding mendaki gunung, fajar lebih menyukai basket ataupun futsal.
Dari berita Akhir-akhir ini gunung bromo mengeluarkan abu vulkanik alias meletus. Tetapi kabar itu justru membuat kami tertarik untuk kesana karena Letusan gunung bromo tidak sampai keluar dari lautan pasir sehingga masih aman untuk dukunjungi dan menjadikan objek wisata erupsi bagi wisatawan.
Saat itu kami ber-8 (ditambah adik sofi dan mbak Emi) dengan 4 sepeda motor menerjang dinginya malam dengan cuaca yang terus gerimis. Sepanjang perjalanan dari pasuruan menuju ke gunung bromo banyak sekali pohon yang tumbang dan tanah longsor. Sesampai perijinan ternyata kami tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju penanjakan. Padahal saat itu masih pukul 12 malam, waktu yang lama untuk menunggu diam di luar rumah. Buat aku ini justru mengasikan karena sudah lama aku tidak pergi kegunung dan menikmati dinginya udara gunung. Ini adalah petualangan yang harus dinikmati tapi berbeda dengan teman-teman yang lain. Mereka mulai kesal dan mengeluh.
Kami tidak membawa tenda ataupun baju ganti. Sebenarnya ini salah aku juga yang mengusulkan berangkat jam 10 malam..hihihi. Perkiraanku kita melewati probolinggo dan menembus lautan pasir sehingga membutuhkan waktu lebih lama, tetapi kami melewati pasuruan sehingga hanya 2 jam perjalanan kami telah sampi di perijinan tohsari. Dan ternyata perijinan tohsari ditutup karena longsor dan hujan deras. Untunglah ada pemilik losmen yang menawarkan tempat menginap dan kami mendapatkan harga yang cukup murah. Fasilitas yang diberikan juga lengkap ada TV (saat itu lg ada Barcelona lho), 5 buah kasur+Selimut, perapian dan pemandangan yang indah karena rumah sewaan tersebut di lereng gunung.
Pukul 4 dini hari barulah kami menuju ke penanjaan. Hujan telah reda yang meningalkan genangan air dan tanah longsor. Sayang sekali, sesampainya di penanjakan cuaca mendung sehingga kami tidak dapat menikmati matahari terbit. Seluruh permukaan langit tertutup oleh mendung yang tebal. Tetapi di penanjakan kami dapat melihat Gunung Bromo yang terus mengeluarkan asap hitam, oleh orang-orang disebut dengan “wedus gembel“, Kami menghabiskan banyak waktu di penanjakan untuk menikmati makanan yang kami bawa. Saat itu cuaca yang buruk menyebabkan kami tidak dapat melanjutkan perjalanan ke lautan pasir dan puncak Bromo.
Perjalanan pulang kami kali ini melewati “nangkojajar”, saat inilah petualangan baru terjadi. Jalanan yang berupa tanah liat ketika terkena oleh lumpur otomatis akan licin dan becek. Berkali-kali sepeda motor terjebak dalam lumpur, berkali-kali kami tergelincir. Bahkan, sepeda di gas pelan pun tidak mau berjalan. Sehingga membuat kami terpaksa berjalan dan mendorong sepeda, seluruh pakaian kami kotor oleh lumpur. Sambil mendorong sepeda kami menikmati perjalan dengan udara yang sejuk. Kami melewati pemandangan penduduk suku tengger dengan bangunan rumah yang berundag-undag dan diselingi perkebunan dengan beragam sayuran dan buah-buahan.
Setelah 3 jam perjalanan kami akhirnya kami menemukan jalan ber aspal. Tidak di duga, sesampai di daerah pabrik susu Japfa saya bersama fajar tergelincir jatuh, karena jalanan licin oleh oli. Kami jatuh dan terpelanting sampai jauh. Beberapa luka lecet di kaki dan tangan terbentuk (bahkan sampai sekarang luka di lututku belum kering, celana jean dan sepatu pun robek-robek) dan pastinya menjadikan tato, menjadikan kenangan tersendiri bagi kami.
Setelah 3 jam perjalanan kami akhirnya kami menemukan jalan ber aspal. Tidak di duga, sesampai di daerah pabrik susu Japfa saya bersama fajar tergelincir jatuh, karena jalanan licin oleh oli. Kami jatuh dan terpelanting sampai jauh. Beberapa luka lecet di kaki dan tangan terbentuk (bahkan sampai sekarang luka di lututku belum kering, celana jean dan sepatu pun robek-robek) dan pastinya menjadikan tato, menjadikan kenangan tersendiri bagi kami.