Kamis, 26 Januari 2012

Ulasan Buku “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”


Judul : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya

Judul asal                  : Opening the Door of Your Heart
Penulis                       : Ajahn Brahm
Penerjemah                : Chuang
Penyunting                 : Handaka Vijjananda
Penggambar sampul  : Shinju Arisa, Jeff Liang
Perancang dan piƱata: Vidi Yulius
Penerbit                      : Awareness Publication



Buku ini juga aku temukan ketika jalan-jalan di Gramedia. Melihat covernya saja kelihatan keren+lucu, isinya pasti tidak membosankan (world-wide best seller, terbit 20 bahasa,garansi 100% bila tidak bermanfaat uang kembali…keren kan!!!). Ada buku duanya juga yang tidak kalah keren (sepertinya saya terlambat untuk tahu, tidak apa2 dari pada tidak tahu sama sekali).

Dan ternyata setelah baca bener juga bukunya KEREN BANGET. Di dalamnya 108 berbagai kisah yang menyentuh, menggelikan, dan mencerahkan yang berasal dari pengalaman Ajahn Brahm mengenai pemaafan, pembebasan dari rasa takut, dan pelepasan dukalara, kebijaksanaan dan lain-lain (kayak Mario Teguh Gitu). Buku ini bisa dibaca sewaktu-waktu karena ceritanya yang pendek-pendek sehingga tidak membosankan. Walaupun ditulis oleh seorang biksu-beragama budha tetapi isi dari buku ini sedikitpun tidak memihak satu agama, semua agama itu sama saja. Bahkan Brahm mengeja namanya :

B-untuk Buddhis
R-untuk Roman Catholic (katolik Roma)
A-untuk Aglican (sebuah aliran Kristen)
H-untuk Hindu
M-untuk Muslim

Buku ini diawali oleh sebuah cerita dengan judul "DUA BATA JELEK" yang sangat menarik :


Setelah kami membeli tanah untuk wihara kami pada tahun 1983, kami jatuh bangkrut. Kami terjerat hutang. Tidak ada bangunan di atas tanah itu, bahkan sebuah gubukpun tidak ada. Pada minggu-minggu pertama, kami tidur di atas pintu, pintu tua yang kami beli murah dari pasar loak. Kami mengganjal pintu-pintu dengan batu bata di setiap sudut untuk meninggikannya dari tanah (tak ada matras tentu saja, kami kan petapa hutan).
Biksu kepala mendapatkan pintu yang paling bagus, pintu yang datar. Pintu saya bergelombang dengan lubang yang cukup besar di tengahnya, yang dulunya tempat gagang pintu. Saya senang karena gagang pintu itu telah dicopot, tetpi malah jadi ada lubang persis di tengah-tengah ranjang pintu saya. Saya melucu dengan mengatakan bahwa sekarang saya tak perlu bangkit dari ranjang jika ingin ke toilet. Kenyataannya, ada saja angin masuk melewati lubang itu. Saya jadi tak bias tidur nyenyak sepanjang malam-malam itu.

Kami hanyalah biksu-biksu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Kami tak mampu membayar tukang, bahan-bahan bangunan saja sudah cukup mahal. Jadi saya harus belajar cara bertukang bagaimana mempersiapkan fondasi, menyemen, dan memasang batu bata, menidirkan atap, memasang pipa-pipa, pokoknya semuanya. Saya adalah seorang fisikawan teori dan guru SMA sebelum menjadi biksu, tidak biasa bekerja kasar. Setelah beberapa tahun, saya menjadi cukup terampil bertukang, bahkan sya menjuluki tim saya "BBC" (Buddist Building Company). Tetapi, pada saat memulainya, ternyata bertukang itu sangatlah sulit.

Kelihatannya gampang, membuat tembok dengan batu bata: tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok sana, sedikit ketok sini. Ketika saya mulai memasang batu bata, saya ketok satu sisi untuk meratakannya, tetapi sisi lainnya malah jadi naik. Lalu saya ratakan sisi yang naik itu, batu batanya jadi melenceng. Setelah saya ratakan kembali, sisi yang pertama jadi terangkat lagi. Coba saja sendiri!

Sebagai seorang biksu, saya memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang saya perlukan. Saya pastikan setiap batu bata terpasang sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya saya menyelesaikan tembok batu bata saya yang pertama dan berdiri di baliknya untuk mengagumi hasil karya saya. Saat itulah saya melihatnya, oh tidak! saya telah keliru menyusun dua batu bata. Semua batu bata lain sudah lurus, tetapi dua batu bata tersebut tampak miring. Mereka merusak keseluruhan tembok. Mereka meruntuhkannya.

Saat itu, semennya sudah terlanjut tertalu keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi saya bertanya kepada kepala wihara apakah saya boleh membongkar tembok itu dan membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu meledakannya sekalian. Saya telah membuat kesalahan dan saya menjadi gundah gulana. Kepala wihara bilang tak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.

Ketika saya membawa tamu pertama kami berkunjung keliling wihara kami yang baru setengah jadi, saya selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok bata yang saya buat. Saya tak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, kira-kira 3-4 bulan setelah saya membangun tembok itu, saya berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.

"Itu tembok yang indah," ia berkomentar dengan santainya.

"Pak, saya menjawab dengan terkejut, "apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan Anda sedang terganggu? Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?"

Apa yang ia ucapkan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap tembok itu, berkenaan dengan diri saya sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, "ya, saya melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bias melihat 998 batu bata yang bagus."

Saya tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, saya mampu melihat batu bata-batu bata yang lainnya selain dua bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kiri, dan di kanan dari dua bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang semurna, jauh lebih banyak daripada dua batu bata jelek itu. Selama ini, mata saya hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah saya perbuat; saya terbutakan dari hal-hal lainnya. Itulah sebabnya saya tak tahan melihat tembok itu, atau tak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya saya ingin menghancurkannya. Sekarang, saya dapat melihat batu bata-batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tak begitu buruk lagi. Tembok itu menjadi, seperti yang dikatakan pengunjung itu, "Sebuah tembok yang indah." Tembok itu masih tetap berdiri sampai sekarang, setelah dua puluh tahun, namun saya sudah lupa persisnya di mana dua bata jelek itu berada.

Saya benar-benar tak dapat melihat kesalahan itu lagi. Berapa banyak orang yang memutuskan buhungan atau bercerai karena semua yang mereka lihat dari diri pasanganntya adalah "Dua bata jelek"? Berapa banyak di antara kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin bunuh diri, karena semua yang kita lihat dalam diri kita hanyalah "Dua bata jelek"? Pada kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata bagus di atas, di bawah, di kiri, dan di kanan dari yang jelek, namun pada saat itu kita tak mampu melihatnya. Malahan, setiap kali melihatnya, mata kita hanya terfokus pada kekeliruan yang kita perbuat. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan kita mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karenanya kita ingin menghancurkan "sebuah tembok yang indah". (Tulisan Dua Bata Jelek dicopy dari www.uprian.com)
Dari 108 kisah banyak sekali yang bermanfaat, jadi bingung mau nulis yang mana. Nah buat teman-teman buktikan sendiri ya bagaiman ceritanya. bahkan "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya #2", " juga sudah ada dan edisi Kedatangan Ajah Brahn yang berjul "Guru Si Cacing Datang"


Read More - Ulasan Buku “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”
Read More - Ulasan Buku “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”

Minggu, 15 Januari 2012

SINOPSIS FILOSOFI KOPI



 




Judul: Filosofi Kopi
Penulis: Dewi Lestari (Dee)
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 152 halaman

 




Buku ini sebenarnya sudah saya baca di tahun 2006 lalu ketika saya masih SMA. Dimana saat itu saya benar-benar menyukai karya-karya dewi Lestari dalam Rangkaian “Novel Supernova” dan tadi siang ketika berjalan-jalan saya melihat tumpukan buku Filosofi Kopi dalam tumpukan Best Seller. Oleh karena itu sekali lagi saya membaca buku ini yang sudah lama tersimpan di rak buku yang mulai berdebu. Buku ini  adalah kumpulan cerita dan prosa satu dekade karya dee, rentang 1995 hingga 2005. Judulnya diambil dari salah satu judul tulisan di dalamnya yang menjadi  cerita utama. Selain Filosofi kopi ada beberapa judul lainya seperti :  Salju Turun, Mencari Herman,  Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Diam, Cuaca, Lilin Merah, Spasi, dan Rico de Coro,.

Menurut saya sendiri  alur  cerita pendek buku ini tidak begitu bagus jika dibandingkan dengan novel supernova karena ceritanya yang terlalu singkat. Dan sebenarnya saya  tidak begitu mengerti akan keindahan suatu prosa tetapi buku ini mampu menyiratkan kata-kata indah dengan syarat makna yang ketika direnungkan semua akan menjadi pelajaran hidup seperti halnya   Filosofi Kopi. Cerita Filosofi Kopi memiliki makna bahwasanya seorang manusia yang terlalu haus akan pengakuan dan ambisi suatu saat akan tersadarkan bahwa apa yang dicapai tidaklah membahagiakan.

Filosofi kopi

Cerita Filosofi kopi diawali dari Ben (sebagai tokoh utama), sebagai peracik kopi ia mencari cita rasa kopi yang sempurna. Bersama  Jody temanya ia berusaha meramu kopi yang mana kopi bukanlah sekedar minuman tapi kopi akan memiliki arti yang dalam. Dia berkeliling dunia demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri serta berkonsultasi dengan para ahli peracik kopi. Ben termasuk salah satu peramu kopi handal. Dia membuka kedai kopi dengan nama Kedai Koffie. Tidak sampai di sini keinginan ben dia terus menciptakan menu-menu kopi yang menarik dengan merenungkan setiap makana dari kopi itu. Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi. Baginya, setiap kopi punya karakter masing-masing. Mulai dari cafe latte, cappucino, hingga kopi tubruk. Lalu dia mengganti nama kedainya menjadi Filosofi Kopi yang memiliki slogannya “Temukan Diri Anda di Sini”, karena semua racikannya mempunyai arti arti.

Suatu hari ada seorang pengusaha kaya mencari kopi yang punya arti kesuksesan dimana kesuksesan merupakan wujud kesempurnaan hidup. Berhubung kopi tersebut tidak ada, maka lelaki itu menantang Ben untuk membuatnya, dengan bayaran 50 juta, apabila Ben berhasil menemukan racikan sesuai dengan arti tersebut. Berminggu-minggu Ben melakukan uji coba. Kedainya berubah menjadi laboratorium. Ben berhasil menemukan racikannya. Kopi tersebut berhasil memenangkan taruhannya. Sang pengusaha terkagum-kagum sembari memberikan cek senilai 50 juta. Kopi tersebut dinamakan Ben's Perfecto; sukses adalah wujud kesempurnaan hidup. Sejak Ben's Perfecto hadir kedai  kopi menjadi sangat ramai dan keuntungan berlipat ganda.


Hingga suatu saat datanglah seorang yang mencicipi  Ben's Perfecto dan  pengunjung baru itu merasa  masih ada kopi yang lebih enak dari pada Ben's Perfecto. Untuk membuktikan hal itu akhirnya ben pergi ke puncak merapi dan disana ia menemukan sebuah warung kopi sederhana  dengan nama kopi "Tiwus" . Ketika ben menikmati kopi tersebut memiliki cita rasa yang lebih nikmat dari kopi buatanya selama ini. Ben sadar  dengan apa yang selama ini dia lakukan ternyata tidaklah membangakan dimana semakin kita mengejar kesempurnaan justru ketidaksempurnaan yang kita dapat. Akhirnya ben menyerahkan cek 50 juta yang dia dapat kepada penjual kopi di warung itu, berhubung penjual kopi seorang orang desa ketika diberi cek ia  hanya menyimpanya di bawah bantal saja karena diangapnya bukan uang tapi hanya sebuah kertas.

Spasi

Selain filosofi kopi dalam buku ini ada cerita dengan judul spasi yang menjadi metafora dari sebuah jarak dan saya suka sekali akan hal itu yaitu Menurut Dee “seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu”. 

Lilin Merah

Adakalanya kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yang terbaik. Keheningan menghadirkan pemikiran yang bergerak ke dalam, menembus rahasia terciptanya waktu. Lilin merah berdiri megah di atas glazur, kilau apinya menerangi usia yang baru berganti. Namun, seusai disembur napas, lilin tersungkur mati di dasar tempat sampah. Hangat nyalanya sebatas sumbu dan usailah sudah. Sederet doa tanpa api menghangatkanmu di setiap kue hari, kalori bagi kekuatan hati yang tak habis dicerna usus. Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dalam gelap. Berbahagialah, sesungguhnya engkau mampu berulang tahun setiap hari.

Rico De Coro

Rico de Coro merupakan nama  dari seekor kecoak. Dee dengan detail mampu mengambarkan asal mula kecoak yang dilahirkan di sebuah laci sampai ahir hidupnya yang mati demi melindungi seorang manusia dari mutan kecoak hutan. dari semua cerita pendek yang ada di buku ini Rico De Coro yang paling lucu dan unik. penasaran kan ? ayuk baca...

Untuk cerita pendek lainya kalian dapat membacanya sendiri..SELAMAT MEMBACA !!!

Read More - SINOPSIS FILOSOFI KOPI
Read More - SINOPSIS FILOSOFI KOPI