Gunung Panggarango adalah
Gunung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
(TNGGP). TNGGP terletak di
kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogor . Sebenarnya telah lama aku mengubur mimpiku ke Pangrango
seiring dengan berhentinya teman-temanku dari kegiatan daki gunung (edo, chen,
antok, echa, monik). Tetapi karena ajakan Eva yang juga kagum akan sosok Gie. Soe hok Gie adalah seorang
mahasiswa, penulis, cendikiawan (pastinya juga seorang yang tidak merokok, bener-bener
pecinta alam sejati dech). Soe Hok Gie meninggal di mahameru karena terkena
asap beracun di tahun 1969. Dari Mahamerulah di tahun 2006 aku mendengar
namanya untuk pertama kali, (he he he saat itu echa mengejek aku habis2an
karena tidak tahu siapa gie “cha sekarang aku dah punya buku Soe Hok Gie yang
telah kubaca”). Soe hok Gie sangat menyukai
mendaki Gunung Pangrango terutama lembah Mandalawanginya yang membuat penasaran…
PERSIAPAN
Perjalanan saya kali ini bersama Eva dan
Ari, dimana kami memulai perjalanan dengan group “Women Series”. Seperti
impianku ingin menikmati sebuah petualangan di alam tanpa menaklukan alam
tetapi menaklukan diri sendiri. Tidak banyak informasi yang aku dapat dari
teman-teman karena menurut beberapa teman gunung Pangrano tidak begitu
menantang (tp menurutku mereka salah besar !!!!). Awalnya saya, eva dan ari ingin
berangkat di bulan Maret tetapi di bulan itu Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango masih di tutup dan sejak 2 bulan kami telah mengurus soal
perijinan untuk ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) karena syarat
yang ditentukan cukup banyak bahkan waktu pendakian ditentukan. Sungguh
mengesalkan, rasanya hotel saja kalah dengan neh gunung yang harus boking
tempat dan bayar DP dulu !!!.
BERANGKAT
Di hari rabu Pukul 19.30 aku dan eva
berangkat menuju ke Surabaya dengan kereta Penataran. Tas carrie kami
berdua telah terisi penuh oleh perlengkapan dan bahan makanan kami bertiga.
Agar sampai Bandung tidak kesulitan kami berdua memang sengaja menyiapakan
semua perbekalan dari kota Malang, dengan begini pula punggung kami akan
terbiasa oleh berat carrie.
Pukul 22.15 kami berdua baru sampai
di stasiun gubeng dan masih ada waktu 7 jam untuk beristirahat. Kami berdua malam
itu menginap di kos Innes (salah seorang sahabatku dipak dulu) di jalan gubeng
airlangga. Untuk menuju kos ines dari stasiun gubeng kami putuskan untuk
berjalan kaki. Petualangan kami mulai dengan berjalan di gang-gang sempit
dengan perkampungan yang rawan khas kota Surabaya. Seluruh rumah telah tertutup
rapat tetapi di depan masjid-masjid atau pos ronda terdapat beberapa
kelompok orang yang sedang bermain kartu dan beberapa botol minuman keras,
(sumpah dech , aku pilih jalan di kuburan ketimbang jalan di situ sendirian
lagi…hiks..karena seperti itulah kadang manusia lebih menakutkan dari pada
setan, mungkin Eva yang blm kapok berjalan di sana lagi…). Setelah berjalanan 2
jam barulah kami menemukan jalan raya tetapi jalan raya yang kami temukan
ternyata salah. Kami tersesat sampai daerah kertajaya, alhasil waktu
istirahat tinggal 4 jam. Rencana irit tidak naik taksinya gagal dech…
KERETA LINTAS BAHASA
Pukul 05.00 di hari kamis kami telah sampai
di stasiun gubeng. Di stasiun inilah untuk pertama kalinya aku bertemu
dengan Ari Ganesa. Tepat pukul 06.00 pagi kereta Pasundan yang kami
bertiga tumpangi berangkat. Di awal perjalanan aku dan ari bercerita-cerita
mengenai perjalan kami sebelumnya, sementara Eva memandangi pemandangan dari
jendela yang berisikan pemandangan persawahan dengan rumah-rumah penduduk.
Dari seberang kursi saya duduk seorang
remaja yang kira-kira berumur belasan dengan berpakaian kostum
Bonek yaitu sporter Persebaya. Baru beberapa saat aku ketahui namanya
yaitu Adi. Ia akan mengunjungi ayahnya yang bekerja di Jogyakarta , sementara
ia sendiri tinggal di Surabaya. “lho iki arek wedok-wedok kabeh arep munggah
gunung, mbak ?” tanya dia, “Wah mbak arekmanita yo kan arek malang, ?” karena
hanya aku jawab dengan senyuman ia kembali bertanya. Antara kami langsung saja
mengalir perbincangan yang menyenangkan dengan bahasa khas jawa timur mulai
topik persebakbolaan Indonesia sampai pemerintahan. Pukul 11.10
kereta kami telah sampai di Satasiun kota Jogyakarta Adi langsung saja turun. Tak
lama kemudian dia digantikan oleh seorang bapak-bapak. Beliau tampak mengamati
kami bertiga sambil melihat barang-barang kami yang di letakan di bagasi atas
yang menguasai seluruh tempat. “Badhe dateng pundi tas’ipun ageng-egeng, mbak
?” tanya beliau dengan bahasa krama alus. Pertanyaan itulah yang pertama kali
terlontar dari beliau dan sekaligus menjadi pengawal perbincangan diantara
kami. Untung saja aku sedikit bisa bahasa karma alus …hehehe, kalau tidak
sungguh sangat memalukan mengaku anak Jawa timur tetapi tidak bisa berbahasa
dengan benar. Sambil bercakap-cakap aku juga mengamati seorang wanita tua yang
menjajakan buah duku dan salak. Jadi teringat sebuah lagu yang ber lirk “duku
opo salak isi cilik-cilik” tetapi bukan itu yang ada dalam pikiranku sebenarnya.
Dia membawa 5 keranjang penuh buah yang berkali-kali berjalan keliling di
setiap gerbong dan tak lama kemudian daganganya telah habis terjual. Umur boleh
tua tetapi semangat masih tinggi dalam mencari nafkah yang tidak hanya
meminta-minta. Salut dech
untuk ibu itu….
Sekitar pukul 18.00 kereta kami telah
sampai daerah jawa barat dan beberapa penumpang dalam gerbong yang dari
jawa tengah telah turun di jawa barat termasuk bapak sebelah
saya. Eva dan Ari telah nampak tertidur dalam kereta. Sudah 12 jam aku berada
dalam kereta walaupun badan terasa lelah tetapi tak sedikipun rasa bosan yang
ada. Suasana dalam kereta sedikit ku rasakan berubah karena hampir semua
penumpang dan pedagang berbincang bincang dalam bahasa sunda yang tidak aku
mengerti artinya. Mereka semua menjadi tontonan tersendiri untuku. Dalam
telinga terdengar lucu dan asyik, benar-benar berbeda dengan bahasa jawa.
Kereta kami tumpangi memang kereta ekonomi tetapi justru inilah kereta
yang mencirikan penduduk Indonesia. Padahal kami masih dalam satu pulau yaitu
pulau Jawa tetapi bahasa daaerah yang ada sungguh sangat beragam.
“GO” CIPANAS
Pukul 24.25 kami telah sampai di stasiun
kiara condong. Untung saja saat itu ada rombongan TNI yang memberi
kami tumpangan dari stasiun kiara condong sampai dengan terminal leuwipanjang.
Dari terminal leuwipanjang kami bertiga menuju ke daerah Cipanas.
Terminal Leuwipanjang tampak sepi dan lengang. Sambil menunggu bis
berangkat, ingin sekali tidur dalam bis tetapi pak sopir terus saja
merokok dan selain itu hanya kami bertiga cewek di antara semua orang di
terminal leuwipanjang sehingga saya harus tetep siaga dengan barang
bawaaan kami semua (maaf para pak sopir dan kernet…). Menurut pak sopir
perjalanan ke Cipanas dari Leuwipanjang sekitar 2 jam
dan pukul 01.47 bis baru diberangkatkan. Tidak banyak penumpang yang ada
dalam bis, tetapi suasana dari luar jendela tampak ramai oleh orang
yang akan bekerja. Jalanan berkelok-kelok dan tampak villa berjejer
di luar, beberapa menit kemudian pak sopir telah beteriak “cipanas-cipanas yang
mau camping, turun !!”.
MENDAKI
Dari Cipanas untuk menuju Cibodas kami naik
angkutan umum seperti mikrolet gitu. Pukul 06.16, har kami telah sampai di
Cibodas. Di Cibodas telah ramai oleh para pendaki, mulai anak-anak
berumur 5-8 tahun sampai kakek-kakek dengan umur lebih dari 60 tahun. Wah
sungguh pemandangan yang berbeda dari gunung-gunung yang aku daki selama
ini. Baru berjalan 5 menit kami putuskan untuk mengisi perut kami yang dari
semalam belum terisi. Di pos 1 inilah kami bertiga seperti jadi tontonan banyak
orang yang dengan cepat membuat kami terkenal diantara para pendaki.
Setelah perut terisi penuh walaupun blm
tidur selama 2 malam tetapi semangat masih tinggi. Saat seperti inilah
pemanasan benar- benar di butuhkan. Dari pos perijinan jalanan masih landai
yang berupa batuan tertata rapi sehingga memudahkan perjalanan. Aku dan Ari
terus berjalan di depan, sementara Eva berjalan dengan seorang pemuda yang mau
berbaik hati membawakan carrienya sampai ke Air terjun Cibeurem. Di air
terjun Cibeurem kita dapat beristirahat dan mengisi perbekalan air jika telah
habis.
Dari air terjun Cibeurem jalanan mulai
menanjak. Sesekali kita akan melewati aliran sungai kecil sehingga
dibutuhkan sepatu waterproof jika tidak ingin basah. Eva telah nampak
kelelahan (maklumlah ini pengalaman dia pertama, tetapi semangatnya
ketika mendaki cukup tinggi) sehingga saya pun terpaksa mengurangi kecepatan
berjalan dan menyesuaikan dengan eva, sementara ari telah berjalan di depan
meninggalkan kami berdua. Beberapa pendaki lain yang bertemu di pos 1 tadi
saling memberi semangat kepada eva. Maklum, buat Eva ini adalah pendakian dia
yang pertama dan akupun salut untuk dia.
Setelah berjalan kira-kira dua jam
perjalanan sampailah kami berdua di sungai
air panas diatas ketinggian 2150 mdpl. Karena sepatu saya bukan waterproof
sehingga saya dapat merasakan panasnya air sungai ini ya mungkin bisa sampai
70’ C karena cukup membuat kaki menjadi merah. Suasana di sungai air panas
sangatlah indah karena uap dari air ini seolah seperti kabut asap, sementara
kita harus berjalan hati-hati dengan melewati balok titian dengan tali. Setelah
melewati sungai air panas kami melewati sungai kering berbatu yang
seperti lembah dan di sebelah tampak air terjun. Rasa lelah terobati oleh
indahnya pemandangan di sekitar. Sebuah air terjun yang cukup lebar dan suara
burung-burung yang mengalunkan musik alam dan tak terasa sampailah di
kandang batu. Dari Kandang Batu lintasan mulai menanjak dan terjal, banyak material
batu yang memperberat langkah. Setelah terus mendaki sekitar 1,5
jam kami berdua bertemu dengan dua pemuda. “ Dari mana kalian ?”
tanya seorang dari mereka. “Jawa Timur-Surabaya” jababku. “Oh berarti temanya
Ari, dia telah menunggu di kandang badak, sedikit lagi sampai” katanya.
Benar sekali tidak lama kemudian kami telah sampai di Kandang Badak sekitar pukul 02.46. Kandang Badak ketinggian 2395 mdpl. Di kandang Badak kami bertemu kembali dengan Ari dan beberapa teman baru. Mereka adalah tim dari Jakarta yang terdiri dari Mas Ipung, Pak Mi, Pak Pras, Mas Pay, Mas Eris, Mbak Tami, Bu Susi, mbak Nia, Sarah dan Nisa. Termasuk 2 pemuda yang sebelumnya menyapa kami berdua yaitu Hatim dan Mas Ari. Total dari mereka adalah 12 orang. Mereka sangat ramah dan baik. Keramahan mereka terlihat dari cara mereka mempersilahkan kami betiga untuk bergabung menikmati makanan yang ada. Rasa lelah dan sedikit kecewa yang ada dalam awal perjalanan telah hilang. dengan cepat kami pun menjadi akrab.
PUNCAK PANGRANGO
Sekitar pukul 16.30, kami melanjutkan
pendakian ke puncak Pangrango. Dari kandang badak menuju puncak
perjalananya semakin sulit dengan melewati vegetasi Sub Alpin yang rimbun dan
lebat. Banyak sekali pohon tumbang yang membuat kita merangkak di bawah
pohon ataupun meloncati nya dengan carrie di punggung. Ditambah lagi guyuran
hujan gerimis yang menambah rintangan buat kami semua. Saat itu saya
berjalan di barisan paling akhir bersama Eva, mbak Tami, ibu Susi , mas Ipung
dan Pak Pras. Sekitar pukul 19.00 hari telah gelap, napas terasa sesak dan smua
ketakutkan datang dengan cepat tanpa terkendali, cuaca dinggin pun telah
menyerang. Oup, saat itu aku benar-benar masuk angin, padahal baru sekali
jalan. Membuat kami terpaksa mendirikan tenda di tengah jalur setapak
pendakian. Sementara Ari telah berjalan di depan bersama bapak-bapak dari
Wanadri yang membuat kami terpisah kembali.
Keesokan dengan kondisi yang cukup
baik di hari sabtu kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Mbak nia, saya
dan pak mi berjalan dahulu di depan , menurut pak mi puncak hanya 500m
perjalanan lagi. Walaupun demikian perjalanan di puncak memang sedikit sulit
karena kemiringin tanah yang hampir 45 derajat. Kami pun beberapa kali
harus memanjat akar dari sebuah pohon yang besar. Setelah satu jam
mendaki ,, akhirnya kami semua sampai di puncak Pangrango. Di puncak saya
bertemu Ari Kembali dan ia mengalami cidera kaki (Semoga lekas Sembuh ya…).
Puncak Pangrango berbeda sekali dengan kebanyakan gunung di jawa timur yaitu
datarannya sangat rimbun dan sepi, dari sini terlihat Puncak Gunung
Gede. Setelah dari puncak kami menuju ke lembah Mandalawangi, sayangnya saat
itu belum banyak eidelweis yang bermekaran. Di lembah Mandalawangi inilah
kami berfoto-foto dan sempat bertemu dengan beberapa pendaki lain.
Setelah puas berfoto-foto kami akhirnya
turun menuju kandang Badank. Perjalan turun inilah yang menyenagkan kita
tinggal berselancar. Jika untuk naik ke puncak kami membutuhkan waktu 4 jam
dengan beberapa kali istirahat tapi untuk turun kami hanya memerlukan waktu 1,5
jam saja.
FREE TIME in Kandang Badak
Di kandang badak kami bercam, melakukan berbagai macam kegiatan yang menyengkan, mulai sekedar berbincang-bincang , masak-memasak, tidur-tiduran sampai main kartu.
Dalam rencana awal kami bertiga adalah hari
sabtu itu juga kami pulang, karena ari senin harus menuju Makasar tetapi
saat itu Ari telah turun dan pulang terlebih dahulu. Akhirnya ada sebuah ajakan
dari ibu Susi, “ gimana kalau besok saja kalian turun dan besok kita sekalian
ke puncak gunung Gede” katanya. “iya, skalian saja bareng dengan kami” kata mas
pay. “ sayang , dah jauh-jauh ke bandung, tidak ke Gede skalian” bujuk pak
pras. Akhirnya saya dan eva memutuskan untuk tinggal semalam lagi dan
keesokanya kami mendaki gunung gede (maaf yaa, buat muridku, belajar sendiri
dulu..). Mereka semua benar-benar orang baik yang memiliki slogan unik yaitu
“Bersama kami anda save and free”. (hehehe).
Dalam sebuah pendakian biasa kita
bertemu orang baru saling bantu-membantu, saling menawarkan makanan dan saling
memberikan semangat. Sama seperti halnya sekarang kami sudah tidak berdua
lagi, kami telah menjadi 12 orang yang bergabung menjadi satu tim. Padahal kami
sebelumnya tidak saling kenal dan seperti inilah gunung menjadi tempat yang
indah yang mempersatukan seluruh orang tanpa membedakan suku, agama, usia
karena tujuan kami hanya satu mengalahkan kelemahan diri sendiri dengan
mencapai puncak.
PUNCAK GEDE
Di kandang badak, pada hari minggu tepat
pukul 7.00 kami berdoa dan siap mendaki menuju Puncak Gede. Kali ini
pendakian kami hanya 9 orang karena mas pay , Eva dan Nisa menunggu di kamp di
kandang Badak. Pendakian ke puncak gunung gede berbeda dengan puncak
pangrango. Perjalanan menuju puncak gede didominasi oleh bebatuan yang
terjal. Setelah berjalan 2 jam kami melewati “tanjakan setan” dan untungya ada
tanjakan lain yang gak bikin lelah. Selepas tanjakan setan akan
ditemukan kawah Ratu dan Kawah Wadon, kawah Baru, kawah Lanang serta kawah Sela
dan terakhir kawah gunung Gede di ketinggian 2958 mdpl dengan uap belerang yang
menyengat. Perjalanan semakin sulit karena ketika cuaca hujan. Suara
kilatan petir yang terus menyambar menambah Keagungan Puncak Gede. Sialnya, aku
kembali drop lagi, ntalah... Kawah gunung gede tampak terus mengeluarkan asap
dan bau belerang yang menyengat. Saat pukul 1 siang kami segera turun menuju
kandang badak dan gerimis pun masih mengantar kepulangan kami. sungguh kawah
gede yang indah yang sesaat selalu tertutup kabut tipis membuat kami tersa enggan
meninggalkanya karena lembah Surya Kencana yang belum sempat aku temui
dan suatu saat aku akan kembali...
TURUN GUNUNG !!!
Sekitar pukul 16.25, kami telah
membereskan semuanya dan segera turun menuju Cibodas. Rasa lelah
benar-benar terasa. Dari kandang badak sampai air panas aku berjalan di
rombongan kedua, bersama pak mie, mbak nia,bu susi, eva dan mas pay. Tetapi
setelah air panas saya sedikit tertinggal dan berjalan berdua bersama mas
pay. Karena hari telah malam oksigen tersa berkurang jalan mulai melambat
dan baru pukul 18.14 kami berdua telah sampai di air terjun Cibereum.
Bersama pak mi dan mas pay sambil beristirahat kami bertiga menunggu rombongan
yang di belakang. Dan setelah dirasa lama akhirnya mas pay dan pak mi menyusul
mereka. Tak di sangka ternyata Hatim mengendong sarah yang kakinya
terkilir, mbak tami pun ternyata juga mengalami cidera di kaki yang dipapah
oleh pak pras. Dengan perlahan tapi pasti kami segera turun menuju Cibodas.
Jalan berbatu yang ketika siang terasa memudahkan dan pendek tetapi saat itu
terasa jauh dan tiada henti.
Akhirnya pukul 23.00 kami telah berkumpul
di Cibodas dan segera menuju ke terminal rambutan. Sangat tidak mungkin untuk
kami berdua melanjutkan perjalanan. bahkan melihat kondisi Eva yang drop aku
tidak mungkin memaksanya untuk malam itu juga bermalam ataupun pulang dengan
bis.
Karena hari telah larut saya dan eva diberi
tumpangan di rumah mbak tami. Keluarga mbak Tami pun sangat baik kepada kami
berdua. di pagi hari bubur lezat nan hangat telah dihidangkan menjadi menu awal
yang paling nikmat setelah mendaki (terimakasih Ibu mbak Tami). Sekitar pukul
07.00 ayah dan adek mbak tami dengan baik hatinya mengantar kami dahulu
ke depan gang padahal mereka akan bekerja (terimakasih banyak kluarga mbak Tami
maaf merepotkan,).
“ENDING”
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan,
di tempat baru menemukan saudara baru. Dari seseorang yang tidak mengenal
menjadi saudara yang saling bantu-membantu. Saya mendapatkan banyak pelajaran
mulai kesabaran, memaafkan, sampai dengan perjuangan. Sungguh suatu
Anugrah dari Allah yang mempertemukan kami semua.
Special "Thank" kepada
mereka yang mengukir cerita..
Eva : seorang teman kos yang baru
pertama meraskan mendaki gunung dengan semangat. Makasih telah memberikan
pengalaman tersendiri buatku
Ari : seseorang yang mumiliki
kemauan keras. Makasih telah telah memberikan pelajaran untuku.
Ibu Susi : Seseorang ibu yang ramah
dan benar-benar keibuan banget dengan semua perhatianya dan kasih sayang.
Terimakasih telah menerima kami berdua dengan hangat.
Pak Mi : Seorang bapak yang selalu
memberikan pesan, nasehat dan pelajaranya selama perjalan turun. bener2
terasa pendekar wanita dengan kekuatan baru setelah turun gunung.
Pak pras : Seorang guru olah raga
yang kocak habis, baik hati. makasih buat ilmu kesehatan yang dibagikan.
Mbak tami n keluarga : Sekilas dia
keras kepala dan agak cuek. tetapi justru dia seorang yang peduli dan
seorang yang tegas. Maksih buat tumpanganya dan makasih telah menjadi
kakaku ...(hehehe pingin punya kakak cwek yang kayak gini, suka bolang n baik
hati)
Mas ari : Seseorang yang pendiam
tetapi sekali bicara selalu langsung ke inti. Makasih telah membawakan tenda
kami
Mas Eris : Seorang Pecinta alam
sejati. terimakasih telah membersihkan gunung dari sampah.
Mas Ipung : Seorang yang unik dan
selalu bercanda. Maksih buat semangat yang diberikan.
Sarah n Nisa : Dua orang saudara
yang kompak dan bikin iri akan keakraban mereka berdua. Walaupun sedikit manja
mereka manis dan selalu bersemangat.
Mas pay : Seorang yang baik hati
dan juga konyol. Terimakasih telah menemani perjalan turunku..
Mbak Nia. : Seseorang yang baik
hati. terimakasih telah menemani hari-hariku di pangrango-gede.
Hatim : Seorang yang tangguh banget
dan setia kawan. Terimakasih atas petunjuk dan bimbinganya.
iya nia sayang kamu yang duluan berkesempatan kesana. Ini baru tulisan bagus, detail & keren !!
BalasHapusjadi pingin kesana nya.
ayuk-ayuk kesana...november ..mksh :)
BalasHapus