Jumat, 18 Februari 2011

Review novel "Kemarau"








Judul buku         : Kemarau
Penulis              : A.A Navis
Penerbit            : Grasindi





Novel ini aku baca pertama kali ketika aku SD kelas 4 lho. Saat itu sedang ada lomba nulis sinopsis yang diadakan oleh perpustakaan kota Blitar. Saat itu belum ada komputer kawan sehingga aku harus mengetik dengan mesin ketik yang menyusahkan. Jika ada kesalahan mengetik kita harus mengetik dari awal dan sangat susah sekali mengatur marginya.  Ketika pengumuman aku hanya mendapatkan juara harapan satu, walaupun begitu aku sangat bahagia. Itulah pertama kalinya aku membaca novel  dan saat itu juga rasa cintaku pada novel tumbuh (cie, cie…).

Menurut aku novel kemau ini critanya bagus sekali, walapun sudah bertahun-tahun sedikitpun aku tidak melupakan inti dari novel ini. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari novel di tahun 1970an ini, seperti pantang menyerah, tidak egois, bekerja sama. Masalah yang ada dalam novel ini menurutku ada yang tidak penting yaitu perkawinan antar saudara.   (Maaf bapak AA nafis cm pendapat neh..hehehehe).

Novel ini menceritakan sebuah kampung yang mengalami kemarau panjang. Tanah jadi retak dan sawah pun jadi kering kerontang. Para petani semakin merasa berputus asa atas musim kemarau panjang yang sedang menimpa negeri ini. Sawah dan ladang mereka sangat kering dan cuaca panas sangat menyengat tubuh. Keadaan itu membuat mereka tidak lagi mau menggarap sawah atau mengairi sawah mereka. Sebetulnya, ada sebuah danau dekat kampung itu. Tetapi, orang kampung ternyata lebih suka pergi ke dukun. Setelah dukun itu tidak memberi hasil, barulah mereka ingat pada Tuhan. Setiap hari mereka pergi ke masjid mengadakan ratib yaitu mengadakan sembah yang kaul meminta hujan. Tapi hujan tak kunjung turun. Mereka hanya bermalas-malasan dan bermain kartu saja.

Namun, ada seorang petani yang tidak ikut bermalas-malasan. Ia adalah Sutan Duano seorang pendatang di kampong itu. Dalam keadaan kemarau panjang ini, Sutan Duano tetap mengairi sawahnya dengan mengangkat air dari danau yang ada di sekitar desa mereka sehingga padinya tetap tumbuh. Ia hanya mengunakan sekerat bamboo untuk mengaliri sawahnya dan tidak menghiraukan panas matahari yang membakar tubuhnya. la berharap agar para petani di desanya mengikuti perbuatan yang ia lakukan. Sutan Duano juga berusaha meyakinkan pentingnya mengangkut air danau ke sawah dengan cara bergotong royong kepada kepala kampung, petani yang memiliki sawah luas, ibu-ibu yang ikut dalam pengajian di surau desa mereka. Namun, tak satu pun petani yang menghiraukan ceramahnya apalagi mengikuti langkah-langkah yang dilakukannya.

Usaha itu semua kandas. Akhirnya ia melaksanakan gagasannya sendiri, dan tentu saja dianggap aneh oleh penduduk kampung dan dianggapnya pula sebagai orang gila. Hingga suatu saat ada seorang bocah kecil bernama Acin yang membantunya mengairi sawah sehingga keduanya saling bergantian mengambil air di danau dan mengairi sawah mereka. Penduduk desa yang melihat kerja sama antara keduanya bukannya mencontoh apa yang mereka lakukan, melainkan mempergunjingkan dan menyebar fitnah. Bahwa sutan Duano mencoba mencari perhatian Gundam. Gundam adalah ibu Acin yang seorang janda. Karena sudah banyak  gunjingan yang dibicarakan oleh warga akhirnya Gundam mempercayai gunjingan itu.

Gunjingan itu semakin memanaskan telinga Sutan Duano, tetapi ia tidak menanggapinya dan tetap bersikap tenang. Suatu hari ia menerima telegram dari Masri, anaknya yang sudah dua puluh tahun disia-siakannya. Anak itu memintanya pergi ke Surabaya. Dalam hatinya, ia ingin bertemu dengan anak semata wayangnya itu, namun ia tidak mau rneninggalkan si bocah kecil yang masih memerlukan bimbingannya. Setelah mempertimbangkan masak-masak, ia pun memutuskan pergi ke Surabaya. Sementara itu, para penduduk desa merasa kehilangan atas kepergiannya. Apalagi setelah mereka membuktikan bahwa semua saran yang diberikan oleh Sutan Duano membuahkan hasil. Mereka menyesal telah salah sangka terhadapnya.

Sementara itu, sesampainya Sutan Duano di Surabaya untuk bertemu anaknya, hatinya justru menjadi hancur. Karena ketika ia bertemu dengan mertua anaknya yang ternyata mertua anaknya adalah Iyah, mantan istrinya. Saat ia mengetahui adanya pernikahan antar saudara, ia  sangat marah kepada Iyah karena telah menikahkan dua orang yang bersaudara. Karena marahnya itu, Sutan Duano mengancam akan memberitahukan kepada Masri dan Arni bahwa mereka berdua bersaudara. Namun, Iyah berusaha menghalanginya dengan memukul kepala mantan suaminya itu dengan sepotong kayu. Untung saja Arni menghalanginya, sehingga Sutan Duano selamat. Melihat mantan suaminya bersimbah darah, Iyah rnerasa menyesal kemudian ia memberitahukan kepada Arni bahwa Sutan Duano adalah mantan suaminya. Betapa terkejutnya Arni mendengarnya. Ia kemudian menceritakan hal itu kepada Masri, sehingga mereka berdua sepakat berpisah. Mereka berdua juga hidup masing-masing dan menikah dengan orang lain. Tak lama setelah kejadian itu, Iyah meninggal dunia. Sedangkan Sutan Duano kembali  ke kampung  dan menikah dengan Gundam, wanita yang sejak lama ia sukai. 


Happy Ending dech.. :))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar