Sabtu, 09 Oktober 2010

RESENSI "Negeri 5 Menara"







Judul buku : Negeri  5 Menara
Pengarang : A. Fuadi
Penerbit : PT Gramedia Pusat Utama
Tahun terbit : 2009
Tebal : xiii +  423 halaman




Buku ini saya ketahui pertama kali dari sahabatku lusi (bahkan buku tetralogi Laskar Pelangi sampai Maryamah Karpov saya meminjam dia). Dan berhubung dia harus kembali ke Surabaya yang otomatis membuat saya beli donk. Negeri 5 Menara menjadi menarik dari buku lainya karena merupakn kisah nyata. Buku ini hampir mirip dengan novel Laskar Pelangi yang berisi akan kesungguhan akan meraih mimpi. (ternyata emang sulit ya hidup di pondok, tetapi pengarang dapat manfaat yang besar). Bahkan yang membuat saya suka akan movel itu diceritakan juga tentang kasih sayang ibu & bapak alif. Kadang kita selalu membantah kata Orang tua padahal kata nasehat orang tua selalu benar. Berikut crita:
Alif Fikri yang berasal dari Maninjau, Bukittinggi, adalah seorang anak desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya, Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan melanjutkan studi di ITB, universitas bergengsi itu. Namun Amak (IBU) menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup. Berbeda dengan alif, ia merupakan anak yang pandai. “Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya,” inilah yang dikatakan Amak alif.
Terdapat kata motifasi “man jadda wajada” yang berarti “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.” selain Man Jadda wajada tadi adalah Ajtahidu fauqa mustawal akhar. Berjuang di atas usaha orang lain. Dan juga semangat Alif waktu memaksa diri untuk belajar. Setiap ingin menyerah dan tidur, Alif melecut dirinya dengan kata2 “ayo satu halaman lagi.. satu kalimat lagi.. satu kata lagi..” inilah yang saya sukai
Biarpun masuk di pesantren karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok. Terlebih lagi, ia sangat menikmati hidup persahabatannya dengan Sahibul Menara, sebuah sebutan penghuni PM terhadap Alif dan 5 teman lainnya yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani. Mereka adalah Said, Baso, Raja, dan Atang. Persahabatan lekat yang dijalin bersama sangat cukup menjadi penghiburan bagi Alif. Mereka memiliki cirri khas dan kepintaran masing-masing. Di satu sisi ada kegelisahan bahwa teman baiknya Randai sudah masuk SMA terbaik yang pernah mereka idamkan bersama, sudah melewati masa SMA dengan penuh tawa, dan dengan bahagia berhasil merebut impian mereka tertinggi: masuk universitas di ITB. Pertanyaan “jadi apa aku nanti?” terus terngiang dalam kepalanya mengingat ijazah PM tidak diakui walaupun sangat diakui di luar negeri. 
Satu lagi kelebihan novel ini. Pembaca tidak akan bosan membaca kehidupan di pondok karena penulis mampu menghasilkan cerita yang rapi dengan kedetailan kejadiangaya. Pengambaran akan kehidupan di pondok juga diceritakan secara rapi yang membuat pembaca dapat berimajinasi seolah-olah berada dalam pondok sebenarnya. Buku ini berencana terbit dalam bentuk Trilogi. Jadi benar-benar tidak sabar menunggu buku keduanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar